Latar Belakang 

Komnas Perempuan mencatat dalam waktu tiga belas tahun terakhir (1998 – 2010) kasus kekerasan seksual berjumlah hampir seperempat dari seluruh total kasus kekerasan. Ada 93.960 kasus kekerasan seksual dari total 400.939 kasus kekerasan yang dilaporkan.

Persoalan mengenai seks dan seksualitas di Indonesia sudah bukan merupakan hal yang tabu lagi. Terma sex sebagai jenis kelamin digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan laki-laki dan perempuan dari segi anatomi biologi. Adapun istilah parafilia (paraphilia) berasal dari bahasa Yunani, para artinya “pada sisi lain” dan philos artinya “mencintai.” Parafilia dapat diartikan sebagai aktivitas seksual yang tidak pada umumnya, atau mengalami penyimpangan seksual.

Pengertian

Parafilia sudah tercatat dalam sejarah sejak lama. Awalnya, parafilia yang dalam hal ini diduga merujuk pada homoseksual, dianggap sebagai penyakit seksual yang tidak bisa diterima dan tidak lumrah di dalam masyarakat. Tapi pada seri DSM kedua, yang terbit tahun 1968, homoseksual masih dikategorikan sebagai penyimpangan seksual tapi lebih ringan.

Parafilia dapat diartikan sebagai aktivitas seksual yang tidak pada umumnya, atau mengalami penyimpangan seksual. “Penyimpangan seksual” merujuk pada perilaku seksual yang dianggap menyalahi aturan yang sudah ditetapkan (hukum, agama, dan kebiasaan) termasuk fitrah dan akal sehat.

Dalam tinjauan psikologis, ditunjukkan bahwa perilaku parafilia ini merupakan kelainan yang dapat mengganggu kesehatan, mental, merusak moral dan dapat mengancam keberlangsungan spesies manusia. Apabila perilaku parafilia timbul akibat faktor lingkungan atau pengalaman (nurture), maka perilaku tersebut bisa disembuhkan. Namun, apabila merujuk kepada gangguan genetik (nature), maka parafilia sulit disembuhkan dan hanya bisa diberi obat, sebagaimana down syndrome.

Hasil Penelitian 5 Tahun sebelumnya

Hasil penelitian yang dilakukan Kurniawan dan Hidayati (2017) mengenai pelaku yang melakukan pelecehan seksual pada anak (Parafilia kategoria Pedofilia) dipengaruhi oleh kehidupan masalalu mereka, seperti kehilangan sosok ayah, dijauhi lingkungan dan didiskriminasi, permasalahan rumah tangga, pengalaman seksual pranikah, serta tidak adanya dorongan aturan yang menahan tekanan keinginan seksualnya, adapun karena adanya perceraian orang tua, dan juga kecanduan pornografi. Dengan kata lain parafilia sendiri disebabkan adanya faktor lingkungan dan pengalaman seseorang. 

Cara membedakan gejala yang hampir sama

Belakangan ini American Psychiatric Association memperjelas membedakan antara perilaku khas yang tidak termasuk patologis dan perilaku yang termasuk dalam gangguan mental. Dalam paraphilia, perbedaan baru dikemukakan antara paraphilia dan paraphilic disorder. 

Yang membedakan adalah parafilia sendiri tidak membutuhkan intervensi klinis, sedangkan Paraphilic disorder sangat membutuhkan intervensi klinis karena paraphilia disorder menyebabkan distress, gangguan pada individu, bahkan paraphilia yang melibatkan personal harm, atau resiko menyakiti orang lain. Individu dapat divonis sebagai pengidap paraphilia disorder jika dalam 6 bulan bercirikan :

– Memiliki hasrat atau perilaku seksual atipikal yang melibatkan tekanan psikologis, cedera atau kematian orang lain, bahkan hasrat untuk perilaku seksual yang melibatkan orang yang tidak mau

– Merasakan tekanan dalam diri jika tidak melakukan

– Pernderitaan jika tidak melakukan bukan berasal dari ketidaksetujuan masayarat namun dari dalam diri

Gejala 

Berdasarkan DSM-V, terdapat beberapa gejala yang ditunjukkan dari paraphilia yaitu terkait dengan dorongan atau fantasi seksual. Gejala yang muncul secara berulang dan dalam jangka waktu yang lama, setidaknya enam bulan hingga dua tahun. Gejala yang terjadi pada paraphilia, di antaranya:

·         Memiliki dorongan seksual kepada selain manusia, biasanya bisa kepada benda ataupun makhluk hidup lain, seperti sepatu, pakaian, boneka, hewan, dll

·         Dorongan seksual yang berulang dan intens yang melibatkan aktivitas seksual dengan anak atau anak-anak praremaja

·         Fantasi atau dorongan seksual yang menyebabkan penderitaan atau gangguan yang signifikan secara klinis dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lainnya.

Solusi 

Solusi yang harus diberikan kepada mereka yang sudah mengalami parafilia baik itu bawaan genetik atau berdasarkan pengalaman mereka harus melewati berbagai macam terapi, salah satu terapi yang harus dijalani adalah terapi kognitif. Terapi kognitif membantu mereka untuk menyadarkan diri, bahwa apa yang ia lakukan merupakan tindakan yang salah. 

Bagi mereka yang memiliki parafilia sejak lahir atau bawaan genetik, mereka dianjurkan mengkonsumsi obat-obatan untuk menekan hormon mereka, agar hormon yang dihasilkan oleh tubuh tidak begitu berpengaruh terhadap diri mereka.

Pengobatan bagi penderita parafilia

Pengobatan paraphilia adalah psikoterapi dengan terapi perilaku kognitif (cognitive behavioral therapy) dan obat-obatan. Diantaranya adalah:

  1. Terapi perilaku kognitif : Fokus psikoterapi ini adalah membantu pasien dengan paraphilia untuk mengenali dan menyadari bahwa perilakunya salah. Terapi perilaku kognitif juga dapat mengajar pelaku pedofilia untuk mengembangkan empati bagi korbannya dan teknik-teknik untuk mengendalikan keinginan seksual.
  2. Obat-obatan yang diresepkan dokter, berguna untuk penekan hormon testosteron, yaitu luteinising hormone-releasing hormone (LHRH) agonists (triptorelin dan goserelin)

Referensi

https://www.sehatq.com/penyakit/paraphilia

American Psychiatric Association. (2013). Diagnostic and Statistical Manual of. Mental Disorder Edition (DSM-V) Washington : American Psychiatric Publishing

Daud, Fathonah K.. (2016). PARAFILIA: NATURE ATAU NURTURE? TINJAUAN TEOLOGIS DAN PSIKOLOGIS. Jurnal Pemikiran Islam dan Filsafat, 13(2). 

Kurniawan, D., & Hidayati, F. (2017). PENYALAHGUNAAN SEKSUAL DENGAN KORBAN ANAK-ANAK (Studi Kualitatif Fenomenologi Terhadap Pelaku Penyalahgunaan Seksual dengan Korban Anak-Anak). Jurnal Empati, 6(1), 120-127.

Syafi’i, I., Jusak, dan Sutomo, Erwin. (2014). RANCANG BANGUN SISTEM PAKAR DIAGNOSIS GANGGUAN PREFERENSI SEKSUAL MENGGUNAKAN METODE CERTAINTY FACTOR PADA INSTITUSI KEPOLISIAN. Jurnal Sistem Informasi, 3(2). 

HIMAPSI FK UNS. (2021). PARAFILIA. 

adminwilayahdua Badan Penelitian dan Pengkajian Keilmuan (BPPK)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *