PSYCHOBOOM : DEPRESI
Kita sering mendengar teman mengungkapkan perasaannya dengan berkata, “lagi bad mood nih”, atau sebaliknya, “mood-ku lagi bagus!”. Namun apakah yang sebenarnya dimaksud dengan mood?
Mood adalah keadaan tertentu dari pikiran atau emosi. Emosi dalam bahasa Indonesia ialah ‘luapan perasaan yang berkembang dan surut dalam waktu singkat’, misalnya senang, sedih, takut, cemas, dan haru. Kondisi emosi (mood) ini dapat mengalami gangguan, tetapi hal tersebut tidak sama dengan yang sering kita sebut sebagai ‘bad mood’. Ungkapan ‘bad mood’ biasa kita gunakan untuk menggambarkan suasana perasaan yang sedang ‘tidak enak’ atau sedang tidak bersemangat untuk melakukan aktivitas.
Sedangkan yang dimaksud dengan ‘gangguan mood’ adalah gangguan pada emosi, dimana emosi seseorang dapat berada dalam kondisi kesedihan atau kondisi bersemangat yang sangat ekstrim dan mudah terstimulus. Gangguan mood (mood disorder) merupakan salah satu gangguan kesehatan mental. Dua tipe utama gangguan mood adalah depresi dan mania.
Ada banyak jenis depresi yang tercantum dalam DSM (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders) yang digunakan oleh profesional kesehatan mental. Salah satu jenis depresi yang paling umum, dan juga yang paling serius adalah Gangguan Depresi Mayor atau GMD. GMD dianggap terjadi (American Psychiatric Association, 2000) jika setidaknya lima dari tanda-tanda ini bertahan selama minimal 2 minggu, dan salah satunya adalah depresi suasana hati atau kehilangan minat atau kesenangan:
- Suasana hati tertekan hampir sepanjang hari, setiap hari, atau hampir setiap hari
- Minat atau kesenangan berkurang dalam semua atau hampir semua kegiatan
- Penurunan berat badan yang berarti
- Insomnia atau hipersomnia
- Agitasi psikomotor atau retardasi
- Kelelahan atau kehilangan energi
- Perasaan tidak berharga, atau perasaan berlebihan atau perasaan bersalah
- Kesulitan dalam berpikir atau konsentrasi, atau ragu-ragu
- Pikiran berulang tentang kematian atau bunuh diri atau mencoba bunuh diri
Sekitar 90 persen orang yang meninggal karena bunuh diri sebenarnya menderita penyakit kejiwaan. Penyebab tersering gangguan jiwa itu adalah depresi. Menurut penjelasan dr.Andri Sp.KJ, gejala depresi yang utama adalah gangguan mood atau perasaan hati yang menurun.
“Orang yang depresi akan merasa tidak ada harapan akan kehidupan atau putus asa. Kondisi ini diikuti dengan gejala lain seperti susah konsentrasi, malas, tidak bertenaga, tidak nafsu makan, dan sering ada ide untuk bunuh diri,” kata psikiater dari RS Omni Alam Sutera Tangerang. Gangguan tersebut berlangsung setidaknya selama dua minggu yang akan mengganggu fungsi sosial dan kegiatannya sehari-hari.
Bahkan seorang profesor bernama Jamison pernah mencoba upaya bunuh diri, ia mengatakan bahwa dorongan bunuh diri akan meningkat jika keputusasaan menumpuk dan tak dapat di tanggulangi lagi. Seseorang dapat menahan keinginan bunuh diri jika mereka memiliki keyakinan bahwa keadaan mereka akan membaik. Perasaan tidak berdaya, sakit hati, dan tekanan menjadi pemicu tindakan tersebut.
Ketika ada orang terdekat yang menampakkan tanda-tanda tersebut atau mengalami kondisi yang bisa memicu bunuh diri, Anda boleh waspada. Sebisa mungkin berikan perhatian ekstra kepadanya, rangkul dia atau ajak dia berkonsultasi dengan dokter. Amati pula gerak-geriknya jangan sampai dia berbuat hal-hal yang bisa membahayakan nyawanya, terutama ketika sedang sendiri.
Psychology First Aid (PFA) atau didalam bahasa Indonesia diartikan sebagai pertolongan pertama psikologis Menurut World Health Organization (2011), PFA merupakan tindakan humanis dan mendukung dalam membantu seseorang yang menderita dan membutuhkan bantuan akibat bencana alam atau krisis. PFA sendiri dapat dilakukan dengan cara mendengarkan, membuat penyintas merasa nyaman, membantu seseorang untuk terhubung orang lain, dan menyediakan informasi serta dukungan praktis untuk memenuhi kebutuhan penyintas. PFA sendiri tidak harus dilakukan oleh para ahli, tetapi dapat dilakukan oleh komponen masyarakat yang sudah dilatih terlebih dahulu.
Menurut Sumampouw (2006) PFA juga dapat bertujuan mengurangi dampak negatif dari pengalaman traumatis, menguatkan fungsi adaptif korban dalam waktu jangka pendek & jangka panjang, serta mengakselerasi proses pemulihan korban.
Dari penjelasan diatas kita dapat menarik kesimpulan bahwa PFA merupakan pertolongan pertama yang bersifat praktis, supportif, dan humanis yang diberikan kepada individu yang dapat memberikan efek pulih jangka panjang (Resiliensi).
Terdapat 3 prinsip untuk mengambil suatu aksi PFA (WHO, 2011; Winurini 2014) :
- Look : prinsip ini memberikan kesempatan kepada relawan atau firs responden untuk berpikir sebelum bertindakdan tetap tenang dalam situasi krisis. secara garis besar mencakup : a.) mengecek dan mencari tempat yang aman untuk keselamatan penyintas.
- Listen : beberapa penyintas mungkin mengalami reaksi psikologis setelah mengalami insiden, prinsip ini dapat membantu agar tetap mengawasi penyintas untuk tetap tenang, dan merasa nyaman. Tercakup didalamnya adalah a.) mendekati orang yang membutuhkan pertolongan dan dukungan, b.) menanyakan hal yang dibutuhkan oleh penyintas, c.) mendengar keluhannya dan membantu penyintas agar tetap tenang.
- Link : prinsip ini dapat membantu penyintas untuk membantu dirinya sendiri serta memperoleh kontrol penuh terhadap situasi mereka. Prinsip ini mencangkup : a) membantu penyintas untuk terkoneksi dengan bantuan sosial, kebutuhan dasar, dan orang yang dicintainya, b.) membantu penyintas untuk menghadapi masalahnya, c.) memberikan informasi terkait kondisi yang terjadi.
Untuk memperjelas apakah seseorang mengalami gangguan psikologis bisa terlihat dari perilakunya. Di antaranya kehilangan fungsi hidup (sulit tidur, konsentrasi terganggu, absen bekerja), tidak bisa mengendalikan emosi, hubungan sosial terganggu, dan berbicara negatif tentang diri sendiri seperti diungkapkan psikolog klinis Tri Swasono Hadi. Tri menegaskan kembali bahwa prinsip yang dipegang dalam pertolongan pertama pada gangguan psikologis adalah bantuan yang praktis, langsung dan nyata, bukan teori. Dan sebenarnya setiap orang itu memiliki kemampuan untuk menyembuhkan psikologisnya sendiri.
Berikut hal – hal yang dapat dilakukan dengan PFA (WHO, 2011) :
1.) Menyediakan perawatan praktis dan dukungan yang bersifat tidak memaksa,
2.) Pengenalan dan pemenuhan kebutuhan dasar beserta membantu seseorang untuk memenuhinya
3.) Mendengarkan apa yang mereka ceritakan tetapi tidak memaksa untuk berbicara
5.) Membantu seseorang untuk medapatkan informasi, pelayanan, dan bantuan sosial
6.) Melindungi korban dari hal – hal yang membahayakan.
Tujuan PFA dengan memberikan tindakan PFA kepada para penyintas diharapkan dapat mengurangi dampak negatif dari pengalaman traumatis, memberikan penguatan pada fungsi adaptif jangka pendek dan jangka panjang, membuat kondisi mental penyintas lebih tenang, merasa nyaman, dan aman, serta membantu membuat hubungan antara penyintas dengan dukungan sosial, fisik, dan emosional.
Daftar Pustaka
Anna, L. K. (2013). Pemicu utama bunuh diri adallah depresi kenali gejalanya. http://nationalgeographic.co.id/berita/2017/03/pemicu-utama-bunuh-diri-adalah-depresi-kenali-gejalanya diakses pada 9 November 2017
Alodokter.com. Kenali faktor pemicu dan tanda-tanda bunuh diri. http://www.alodokter.com/kenali-faktor-pemicu-dan-tanda-tanda-bunuh-diri diakses pada 9 November 2017
Deherba.com. Depresi, apa sajakah faktor penyebab bunuh diri. https://www.deherba.com/depresi-apa-sajakah-faktor-penyebab-bunuh-diri.html diakses pada 9 November 2017
https://kbbi.web.id/emosi
Encyclopedia of Psychology and Religion. Ed. David A. Leeming, Kathryn Madden, and Stanton Marlan. New York: Springer, 2010. p220-223.
The American Heritage Dictionary of the English Language. Fifth Edition. 2017 by Houghton Mifflin Harcourt Publishing Company
http://www.psyweb.com/mdisord/jsp/moodd.jsp
http://www.psyweb.com/mdisord/jsp/gendepress.jsp
Desideria, Benedikta. 2016. “Pertolongan Pertama Psikologis, Bagaimana Caranya? “. http://health.liputan6.com/read/2633375/pertolongan-pertama-psikologis-bagaimana-caranya
Anonim. 2014. “Psychological First Aid“.
http://psikologikebencanaan.wg.ugm.ac.id/index.php/policy-brief/31-psychological-first-aid
Darma, Gani. 2015. “Psychology First Aid (2) : Take An Action“. https://www.kompasiana.com/gani31/psychology-first-aid-2-take-an-action_560f74c1e9afbdc307dff06e